Evaluasi Badan Publik, Ketua KIA Nyatakan Pelayanan Informasi Publik Belum Optimal
Aceh Tengah | Kamis, 8 Agustus 2019
Banda Aceh - Komisi Informasi Publik adalah lembaga yuridiksi yang dibentuk sebagai implementasi penerapan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Lembaga ini berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Sesuai dengan fungsi dan kewenangannya, Komisi Informasi Publik bertugas menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik yang merasa tidak puas dengan informasi publik yang dimintanya.
Untuk tingkat provinsi Aceh, Komisi Informasi dibentuk pada tahun 2013 yang lalu dengan nama Komisi Informasi Aceh (KIA). Sampai dengan akhir tahun 2018 yang lalu, KIA sudah menangani lebih dari 300 sengketa informasi publik baik melalui mediasi maupun ajudikasi. Sementara sampai dengan semester 1 tahun 2019 ini, tercatat 31 sengketa informasi publik yang masuk ke Komisi Informasi Aceh, 15 diantaranya sudah diselesaikan, tinggal 16 kasus yang masih dalam tahap penyelesaian.
Hal tersebut diaungkapkan oleh Ketua Komisioner Komisi Informasi Aceh, Yusran, MAP ketika membuka Sosialisasi Evaluasi Badan Publik se Provinsi Aceh yang digelar hari ini, Selasa (6/8/2019) di Ruang Serbaguna Kantor Gubernur Aceh.
“Sampai dengan akhir Juli 2019 ini, tinggal 16 kasus sengketa informasi publik lagi yang sedang dalam proses penyelesaian di Komisi Informasi Aceh” ungkap Yusran.
Lebih lanjut Yusran menjelaskan, mengenai keterbukaan informasi publik ini telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 dan mulai efektif diberlakukan pada tahun 2010. Meski telah memasuki usia yang terbilang lama, tetapi dalam praktiknya masih banyak badan publik yang belum paham atau tidak melaksanakan ketentuan yang ada dalam undang-undang tersebut.
“Masih banyaknya sengketa informasi publik yang masuk dan kemudian ditangani oleh Komisi Informasi Aceh menunjukkan bahwa belum memahami sepenuhnya implementasi keterbukaan informasi publik sebagaimana diataur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 ini, sehingga pelayanan informasi publick belum optimal” lanjut Yusran.
Menurut Yusran, setidaknya ada 3 hal yang menyebabkan terjadinya sengketa informasi publik. Pertama, permohonan informasi publik yang diajukan oleh pemohon tidak ditanggapi oleh badan publik yang bersangkutan sampai batas waktu yang ditetapkan oleh undang undang. Kedua, ketidak puasan pemohon akibat tidak ada respon berdampak pada pengajuan keberatan oleh pemohon dan berujung pada sengketa di komisi informasi. Dan ketiga, keengganan badan publik untuk memberikan data informasi publik karena takut disalah gunakan oleh pemohon serta ketidakpahaman badan public terhadap keterbukaan informasi publik.
Padahal, menurut Yusran , dalam undang undang keterbukaan informasi publik sudah dijelaskan bahwa setipa warga negara berhak menerima pelayanan informasi publik dan badan publik wajib memberikan informasi yang diminta, kevuali untuk informasi publik yang dikecualikan. Melalui sosialisasi ini Ketua Komisi Informasi Aceh ini berharap, kedepan semua badan publik dalam lingkup pemerintah Aceh maupun pemerintah kabupaten/kota lebih memahami fungsi dan peran pelayanan informasi publik di setiap satuan kerja masing-masing,
Sosialisasi evaluasi badan publik yang digelar hari ini oleh Koisi Informasi Aceh hari ini diikuti oleh semua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dari seluruh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dan perwakilan PPID Kabupaten/Kota dari seluruh provinsi Aceh. Usai sosialisasi ini, diharapkan semua PPID baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota mampu meningkatkan pelayanan informasi public, dan secara berkala, pelayanan tersebut akan dievaluasi oleh Komisi Informasi Aceh.