Kadis Kominfo Ikuti Pertemuan Dengan Dewan Pers Secara Virtual
Aceh Tengah | Kamis, 9 Februari 2023 | MEDIA
Takengon (acehtengahkab.go.id) - Sebagai rangkaian kegiatan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-77, Dewan Pers menggelar Forum Diskusi Bersama Kepala Dinas Kominfo Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk membangun literasi tentang pendataan dan verifikasi media oleh Dewan Pers, mendiseminasikan pembaruan regulasi terkait pers, serta dialog seputar jurnalisme berkualitas dan profesionalisme perusahaan pers.
Acara yang digelar di Hotel Santika Dyandra, Medan, Selasa (7/2/2023) ini dilaksanakan secara luring/off line dan daring/on line. Secara off line, acara ini diikuti oleh sekitar 100 peserta dari Diskominfo provinsi dan kabupaten/kota, sementara puluhan peserta lainnya dari berbagai daerah, mengikuti acara ini secara virtual melalui zoom meeting.
Tidak ketinggalan, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah, Khairuddin Yoes, ST, MM juga mengikuti pertemuan ini secara viertual. Yoes yang didampingi oleh Pranata Siaran, Fathan Muhammad Taufiq, mengikuti acara ini melalui fasilitas zoom meeting di Aceh Tengah Command Center.
Pertemuan ini dibuka oleh Ketua Drwan Pers, Dr. Ninik Rahayu, yang menyampaikan bahwa Dinas Kominfo provinsi maupun kabupaten/kota, sangat terkait erat dengan keberadaan media pers. Hadirnya ribuan media, khususnya media online, sering menimbulkan permasalahan terkait legalitas media dan verifikasi oleh Dewan Pers.
Ninik menyampaikan, Dewan Pers sering menerima pertanyaan dari Dinas Kominfo dari seluruh Indonesia tentang media yang sudah terdata dan terverifikasi oleh Dewan Pers, terkait dengan kerjasama media dengan pemerintah daerah. Untuk itu, Ninik mempersilahkan para Kepala Dinas Kominfo provinsi dan kabupaten kota untuk mendiskusikan permasalahan ini dengan nara sumber yang dihadirkan dalam pertemuan ini.
Narasumber pertama yaitu Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, dalam paparannya menyampaikan bahwa saat ini ada ribuan media online di Indonesia. Fenomena ini muncul setelah adanya kemerdekaan pers yang memberikan peluang kepada siapapun untuk membuat perusahaan pers. Namun tidak semua media memiliki legalitas sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pers.
Sapto mengibaratkan, media itu seperti berjalan dalam lorong yang dibatasi dua dinding. Dinding pertama adalah kebebasan pers, dimana insan pers bebas mempublikasikan dan mengangkat tema apa saja dalam pembetitaan media, namun kebebasan itu juga dibatasi oleh dinding kedua yaitu kode etik jurnalistik yang mengatur batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh media. Dengan demikian, kebebasan pers yang berlaku saat ini adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
Untuk itulah, Dewan Pers terus melakukan pendataan dan ratifikasi terhadap semua media yang ada. Namun demikian diakuinya, masih banyak media atau perusahaan pers yang belum terdata dan terverifikasi, mengingat banyaknya jumlah media, sementara personil yang menanganinya di Dewan Pers, sangat terbatas.
Terkait kerjasama media dengan pemerintah daerah, Sapto menyerahkan kepada kebijakan pemda. Meski menyarankan agar kerjasama ini melibatkan media yang sudah terdata di Dewan Pers, namun pemda juga diharapkan bisa mengakomodir media yang belum terdata dan terverifikasi.
"Memang akan lebih mudah mempertanggung jawabkannya jika kerjasama itu melibatkan media yang sudah terdata di Dewan Pers, tapi pemda juga diharapkan mengakomodir media yang belum terdata dan terverifikasi, karena untuk bisa terdata di Dewan Pers juga butuh waktu dan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi" ungkap Sapto.
Sementara itu, narasumber lainnya, Ketua Komisi Hukum dan Perundangan, Arif Zulkifli menyampaikan, meski perusahaan pers saat ini tidak perlu memiliki izin usaha perusahaan pers, namun tetap harus memiliki legalitas hukum. Ini penting, agar media dalam menjalankan fungsinya tidak melanggar kode etik jurnalistik dan rambu-rambu hukum.
Terkait sengketa hukum atas pembetitaan oleh media, Arif menjekaskan, jika pelanggarannya menyangkut kode etik, maka itu menjadi ranahnya Dewan Pers. Namun jika pelanggaran itu murni tindak kejahatan, seperti pemerasan, intimidasi, permintaan imbalan dan sebagainya yang dilakukan oleh oknum pelaku media, maka itu menjadi urusan aparat penegak hukum.
Arif juga menjelaskan, seluruh konten yang dimuat oleh media, menjadi tanggung jawab penuh pemilik/pengelola media dan jurnalisnya. Jika konten informasi yang dimuat di media melanggar kode etik jurnalistik, maka menjadi tugas Dewan Pers untuk menegur dan memberi peringatan. Sementara jika konten tersebut mengandung unsur pelanggaran hukum pidana seperti pencemaran nama baik, penghinaan atau penistaan terhadap agama atau kelompok tertentu, ujaran kebencian dan sebagainya, maka pemilik media yang harus mempettanggung jawabkannya secara hukum.
Diskusi tersebut kemudian berjalan seru setelah muncul tanggapan dan berbagai pertanyaan dari para peserta baik secara off line maupun secara online. Secara umum, para peserta menanggapi dan menanyakan permasalahan terkait legalitas media dan sistem kerjasama dengan media, terkait dengan masih banyaknya media yang belum terdata dan terverifikasi. Dalam hal ini, Dewan Pers hanya sebatas menghimbau, namun keputusan akhir diserahkan kepada kebijakan pemda masing-masing. (Fathan Muhammad Taufiq)
Tags INFO PUBLIK